Princess Sariyem…
Aku tak sabar menunggu kedatangan pengantin wanitaku, telah cukup lama aku duduk menunggu di singgasanaku ini. Para undangan dan teman-temanku pun sudah hadir dan tampak memenuhi ruangan tempat pesta pernikahanku yang akan segera dimulai. Jantungku pun berdetak kencang tak karuan. Dag dig dug…, begitu terasa debarannya hingga membuatku hampir tak sadar. Seketika itu pun ia tiba dengan kereta kencananya bersama dengan para dayangnya.
Oh Princess Sariyem memang engkau lah Princess impianku. Ia memiliki paras nan cantik jelita. Dengan langkahnya yang begitu anggun, ia pun turun dari keretanya menuju ke singgasana. Aku pun berdiri untuk menunggunya sampai ke singgasana. Tampak ia tersenyum kepadaku dan berjalan tersipu malu dari balik barisan dayang - dayangnya yang berada didepannya.
Semakin lama ia pun semakin mendekat ke singgasana, namun saat ia akan melangkah menaiki tangga untuk duduk di singgasana bersamaku. Tiba-tiba terdengar sebuah letusan yang cukup keras seperti gemuruh yang memecahkan keheningan. Lalu muncul sekelompok monyet dari suku hitam. Mereka mengacaukan jalannya acara yang sangat ku nanti ini. Semua para undangan pun berlarian meninggalkan ruangan. Sekelompok monyet dari suku hitam tersebut berjumlah cukup banyak jika dibandingkan dengan jumlah teman-temanku dari kesatuan polisi monyet.
Tampak beberapa dari mereka memegang pistol pisang di kedua tangan dan menembaki satu per satu dari teman-temanku yang hadir. Tiba-tiba salah satu monyet dari suku hitam tersebut mendekat ke arah Princess Sariyem yang berada di antara dayangnya yang ketakutan. Ia adalah Pangeran Tejo, pangeran dari kelompok suku hitam dan merupakan musuh para monyet dari suku putih. Dengan tubuhnya yang kekar, ia pun menarik lengan Princess Sariyem dan menyeretnya dengan paksa dari ruangan.
Dengan sigap aku pun langsung turun dari singgasana untuk menolongnya. Namun tiba-tiba tanpa bisa kuhindari sebuah peluru pisang pun dengan cepat mengenai kepalaku. Seketika itu penglihatanku menjadi kabur hingga aku pun terjatuh ke lantai.
"Tong.. Tong.. bangun. Ayo kita keliling lagi, hari sudah kelihatan mendung. Kita harus mengejar setoran hari ini”, sahut seorang laki-laki melemparkan sisa pisang yang ia makan kepadaku hingga aku terbangun dari mimpi.
"Huh, dasar Tejo si pengganggu”, batinku kepadanya sambil menaiki bahunya yang kekar itu.
:nangis1: :dadah1: [center]